MAKALAH
KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI
MALUKU
Disusun oleh :
Ramla Tuanany
NPM :
2012 12 017
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
2014
Kata
Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kiat Pendidikan Matematika di Maluku”.Makalah ini dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Tulehu,
26 Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Perkembangan Matematika
1.2.
Keterbatasan Matematika
1.3. Manusia
sebagai Wahana Pendidikan
BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
2.2. Karakterisrik Matematika
2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim
Tertinggi Matematika
BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika Sekolah
3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika
3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number
Sense dan Symbol
Sense
BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika
4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik
4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai
lainnya.
BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik
BAB VI Tantangan Pendidikan Guru
6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
6.2. Pendidikan Guru Matematika
BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Perkembangan
Matematika
Pada abad ke-17, Simon Stevin menciptakan dasar notasi
desimal modern yang mampu menggambarkan semua nomor, baik rasional atau tidak
rasional. Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman, mengembangkan kalkulus dan
banyak dari notasi kalkulus masih digunakan sampai sekarang.
Matematika yang paling berpengaruh pada abad ke-18 adalah
Leonhard Euler. Kontribusinya berupa pendirian studi tentang teori graph dengan
Tujuh tangga dari masalah Königsberg untuk standardisasi banyak istilah
matematika modern dan notasi serta mempopulerkan penggunaan π sebagai rasio
keliling lingkaran terhadap diameternya. Selanjutnya Joseph Louis Lagrange
banyak memiliki karya pada matematika, seperti teori bilangan, aljabar,
kalkulus diferensial dan kalkulus variasi
Pada abad ke-19, banyak matematikawan yang mengkaji berbagai
bidang pada matematika. Seperti Hermann Grassmann di Jerman memberikan versi pertama
ruang vector, William Rowan Hamilton di Irlandia mengembangkan aljabar
noncommutative, George Boole di Inggris merancang aljabar yang sekarang disebut
aljabar Boolean yang menjadi titik awal
dari logika matematika dan memiliki aplikasi penting dalam ilmu komputer, dan
Georg Cantor mendirikan dasar pertama dari teori himpunan.
Salah satu tokoh fenomenal
dalam matematika abad ke-20 Srinivasa Aiyangar Ramanujan, seorang
otodidak India yang membuktikan lebih
dari 3000 teorema. Termasuk sifat-sifat angka yang sangat komposit, fungsi
partisi dan asymptotics, dan fungsi theta. Dia juga membuat investigasi besar
di bidang fungsi gamma, bentuk modular, seri berbeda, seri hipergeometrik dan
teori bilangan prima. Perkembangan terakhir adalah pada tahun 2003 konjektur
Poincaré diselesaikan oleh Grigori Perelman.
1.2. Keterbatasan
Matematika
Pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat
kompleks.kareana itulah, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk
menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Berikut ini babarapa batasan pendidikan yang berbeda :
1. Pendidikan Sebagai Proses Transformasi
Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah
berada dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Nilai-nilai kebudayaan mengalami
proses transformasi yang dibagi tiga bentuk transformasi yakni: pertama
mengenai nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai
kejujuran, dan rasa tanggung jawab. Kedua mengenai yang kurang cocok
diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan ketiga mengenai yang tidak
cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dulu ditabukan diganti dengan
pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Jadi,
proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet.
Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok.
Jika sejak dini peserta didik diajarkan serta ditanamkan tentang budaya
kejujuran dan rasa tanggung jawab, maka hari esok mereka sudah mempunyai bekal
sebagai anak bangsa yang jujur.
2.
Pendidikan Sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Proses
pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi merka
yang belum dawasa oleh mereka yang sudah dewasa, dan bagi mereka yang sudah
dewasa atas usaha sendiri. Yang kedua pendidikan diri sendiri. Kedua-duanya
bersifat alamiah dan dan menjadi keharusan. Seperti bayi yang baru lahir, dia
belum mempunyai kepribadian. Dia baru individu, untuk memiliki kepribadian maka
dia perlu bimbingan, latihan, dan pengalaman dalam pergaulan. Bagi mereka yang
sudah dewasa, tetap dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian
meningkat seiring dengan meningkatnya tantangan hidup. Dalam posisi manusia
sebagai makhluk serba terhubung, pembentukan pribadi meliputi pengembangan
penyesuaian diri terhadap lingkungan diri sendiri, dan terhadap Tuhan. Jadi,
melalui pendidikan tersebut manusia dapat mempunyai kepribadian yang dapat
menyesuaikan diri dan mandiri.
3. Pendidikan Sebagai Proses Penyiapan
Warga Negara
Pendidikan
juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta
didik agar menjadi warga Negara yang baik. Baik disini bsifat relative,
tergantung kepada tujuan nasional dari masing-masing bangsa, oleh karena
masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda. Bagi kita
warga Negara yang baik diartikan sebagai pribadi yang tahu hak dan kewajiban
sebagai warga Negara. Hal ini ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal
27, menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tak
ada kecuainya. Ringkasnya, melalui pendidikan seorang inidvidu dapat menjadi
warga Negara yang baik, berlaku adil bagi dirinya dan orang lain, dalam hal ini
masalah pemberlakuan hukum tanpa pandang bulu.
4. Pendidikan Sebagai Penyiapan Tenaga
Kerja
Pendidikan
disini diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki
bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentuk sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting
dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Kebenaran hal tersebut menjadi jelas bila melihat hal yang sebaliknya, yaitu
menganggur adalah musuh kehidupan. Karena dengan bekerja seseorang dapat
memenuhi kebutuhan hidup, serta tidak selalu bergantung pada orang lain. Bila
seseorang menganggur, hanya akan menjadi beban orang lain bahkan beban Negara.
1.3. Manusia
sebagai Wahana Pendidikan
Tujuan pendidikan kita menghendaki agar manusia yang
dihasilkan melalui sistem pendidikan kita adalah manusia yang bertakwa dan
berakhlak mulia serta cerdas dan terampil. Semestinya tujuan ini dijabarkan
menjadi tujuan yang lebih spesifik dan dipraktikkan dalam pembelajaran.
Sayangnya, kadang hal ini hanya merupakan retorika belaka daripada menjadi
doktrin yang harus diwujudkan. Sering, tujuan pembelajaran yang spesifik dan
praktik pembelajaran lepas dari fungsinya sebagai penunjang terwujudnya tujuan
pendidikan yang lebih umum. Sering pula, praktik pembelajaran hanya menyentuh
domain kognitif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat material, yakni
pengembangan kecerdasan, tetapi kurang memperhatikan domain afektif demi
mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan berbasis kemuliaan akhlak penting diwujudkan
untuk menghadang lajunya proses degradasi moral yang mengancam keutuhan jiwa
anak. Pendidikan demikian sering disebut sebagai pendidikan nilai yang merujuk
pada internalisasi nilai-nilai moral yang bersifat universal, seperti jujur,
bertanggung jawab, konsisten, amanah, setia pada janji, cermat, bijaksana,
santun, dan sebagainya. Selama ini, disadari atau tidak, pendidikan nilai hanya
dibebankan pada mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Agama atau Budi
Pekerti. Pandangan demikian muncul sebagai akibat dari proses sekularisasi ilmu
yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Para guru mata pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa
menjadi tanggung jawabnya pula untuk mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran
ini perlu didukung oleh kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam
praktik pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan
mereka dan memahami nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya
dikaitkan. Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar
proses integrasi berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap mata pelajaran berpotensi sebagai wahana pendidikan
nilai. Misalnya, matematika dengan berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk
membentuk anak yang berkarakter cermat, kritis, logis, peka, taat azas,
sistematis, menghargai keberagaman, dan konsisten dalam bersikap, serta mampu
menempatkan diri sebagai makhluk yang beradab. Sebagai ilustrasi, dalam
pembelajaran topik pengukuran, sebelum siswa mengenal satuan pengukuran baku,
mereka dapat diminta untuk melakukan pengukuran suatu objek dengan menggunakan
satuan tak baku. Diharapkan siswa akan menemukan fakta bahwa hasil pengukuran
mereka berbeda-beda, meskipun objek yang diukur sama. Hal demikian dapat
dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa kriteria atau aturan yang
berbeda akan memberikan hasil penilaian yang berbeda pula. Sebagaimana dalam
pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka dalam kehidupan sehari-hari juga
diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku yang disepakati untuk menilai
sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat dipahami bahwa aturan paling baku
yang digunakan untuk menilai segala sesuatu adalah hukum Alloh yang terdapat
dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik pecahan dapat digunakan untuk membelajarkan nilai
kebahagiaan dan kemuliaan. Kita dapat menganalogikan nilai suatu pecahan dengan
kebahagiaan atau kemuliaan seseorang dan menganalogikan penyebut pecahan itu
dengan kesombongan dan kecenderungan pada nafsu duniawi. Sebagaimana besarnya
nilai pecahan yang berbanding terbalik dengan besarnya penyebut pecahan itu,
maka kebahagiaan atau kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik dengan
kesombongan dan kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan kemuliaan
seseorang akan sejajar dengan kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha
Agung, Alloh SWT.
Dalam matematika, kita dapat mendeskripsikan suatu konsep
dengan beragam definisi. Misalnya, persegi dapat didefinisikan sebagai
segiempat yang berukuran sisi sama dan berukuran sudut sama. Persegi dapat pula
didefinisikan sebagai persegipanjang yang berukuran sisi sama. Dapat pula,
persegi didefinisikan sebagai belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku.
Selain itu, dapat pula persegi didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah
satu sudutnya siku-siku dan berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan
sebagai wahana untuk membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman.
Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu
kebenaran.
Demikianlah, matematika mempunyai beragam potensi nilai yang
perlu dieksplorasi dan diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran
demikian berpotensi menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna
terlebih jika didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim
pembelajaran yang mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang
harmonis antara guru dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta
keteladanan perilaku. Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten
sehingga dapat menjadikan anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas
melainkan juga berkepribadian mulia.
BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
Matematika
adalah ilmu tentang berfikir dan bernalar tentang bagaimana cara memperoleh
kesimpulan-kesimpulan yang tepat dari berbagai keadaan.
2.2. Karakterisrik
Matematika
Secara umum karakteristik matematika adalah:
(1) memiliki objek
kajian yang abstrak,
(2) mengacu pada kesepakatan,
(3) berpola pikir
deduktif,
(4) konsisten dalam
sistemnya,
(5) memiliki simbol yang kosong dari arti,
(6) memperhatikan semesta pembicaraan.
2.3. Sistem dan Struktur
dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika
Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan
perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam
astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian
umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.
Pelajaran tentang struktur dimulai dengan bilangan, pertama
dan yang sangat umum adalah bilangan natural dan bilangan bulat dan operasi
arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar.
Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri
Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi, kemudian belakangan juga
digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori
relativitas umum. Mengerti dan mendeskripsikan perubahan pada kuantitas yang
dapat dihitung adalah suatu yang biasa dalam ilmu pengetahuan alam, dan
kalkulus dibangun sebagai alat untuk tujauan tersebut. Konsep utama yang
digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak
permasalahan yang berujung secara alamiah kepada hubungan antara kuantitas dan
laju perubahannya, dan metoda untuk memecahkan masalah ini adalah topik dari
persamaan differensial. Untuk merepresentasikan kuantitas yang kontinu
digunakanlah bilangan riil, dan studi mendetail dari sifat-sifatnya dan sifat
fungsi nilai riil dikenal sebagai analisis riil. Untuk beberapa alasan, amat
tepat untuk menyamaratakan bilangan kompleks yang dipelajari dalam analisis
kompleks.
Agar menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, bidang
teori pasti, logika matematika dan teori model dikembangkan. Bidang-bidang
penting dalam matematika terapan ialah statistik, yang menggunakan teori
probabilitas sebagai alat dan memberikan deskripsi itu, analisis dan perkiraan
fenomena dan digunakan dalam seluruh ilmu.
BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika
Sekolah
Matematika sekolah merupakan bagian matematika yang
diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD, SLTP, dan
SLTA. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur
dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorentasi
pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah
adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap
perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk
mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa.
3.2. Tujuan Pendidikan
Mateamtika
Adapun tujuan dari matematika adalah:
1. Mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola piker dalam kehidupan
dan dunia selalu berkembang, dan
2. Mempersipakn
siswa meggunakan matematika dan pola piker matematika dalam kehidupan sehari
dan dalam mepelajari berbagai ilmu pengetahuan
3.3.Pola Deduktif dan
Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbo sense
Pola Deduktif dan Induktif
Salah satu ciri utama dalam mempelajari matematika adalah
menerapkan penalaran deduktif yaitukebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaransebelumnya, sehingga kaitan antar
konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Namundemikian,
pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep dapat diawali
denganpendekatan induktif melalui pengalaman khusus yang dialami siswa. Dalam
pembelajaranmatematika, pola pikir induktif dapat digunakan untuk memahami
definisi, pengertian, dan aturanmatematika. Kegiatan pembelajaran dapat dimulai
dengan menyajikan beberapa contoh atau faktayang teramati, membuat daftar
sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dankemudian siswa
dengan menggunakan pola pikir induktif diarahkan menyusun suatu
generalisasi.Selanjutnya, jika memungkinkan siswa diminta membuktikan
generalisasi yang diperoleh tersebutsecara deduktif.
Abstrak – Konkrit
Dengan memahami pelajaran matematika, siswa juga akan lebih
mudah mengikuti pelajaran sains lainnya karena dasar dari ilmu sains lain
seperti fisika dan kimia menggunakan konsep-konsep matematika. Tak heran jika
seorang ahli matematika Carl Friedrich Gauss menyebut matematika sebagai Ratu
Sains, Queen of Science.
Membangun pemikiran siswa yang kritis dan logis adalah salah
satu peran dari guru matematika. Guru tidak hanya sekedar mengajarkan
rumus–rumus abstrak kepada siswa ataupun menyelesaikan soal-soal dengan angka
yang rumit, guru harus bisa menghubungkan matematika abstrak yang dipelajari di
sekolah dengan kehidupan nyata para siswa.
Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk menarik minat
siswa dalam belajar matematika. Salah satunya adalah menunjukkan matematika
yang abstrak kepada siswa agar bisa dinikmati dan dilihat siswa melalui
pengaplikasian teori matematika dalam kehidupan sehari hari.
Mengajarkan matematika yang aplikatif kepada siswa, agar
menjadi pelajaran yang mudah dipahami, bukanlah perihal gampang. Selain
memerlukan kemauan diri pribadi siswa untuk belajar matematika, dukungan dari
orangtua dan guru sangatlah penting. Orangtua dapat memberi dukungan moral
maupun materil kepada anaknya sedangkan guru
matematika harus kreatif cara mengajarnya untuk menarik perhatian siswa dalam
belajar matematika.
Number Sence dan Simbol sence
Dalam menentukan
materi matematika untuk setiap jenjang sekolah
akan lebih baik jika dipahami
benar materi matematika yang dapat
dipandang sebagai titik peralihan. Tentu saja hal tersebut terkait
erat dengan tujuan institusional yang ditetapkan untuk dieapai. Namun tidaklah mudah
terlihat materi yang dapat dipandang
sebagai titik peralihan.
Banyak mahasiswa dan mahasiswi
pendidikan tinggi yang tidak
menyadari materi matematika yang merupakan titik peralihan dari "aljabar" ke "kalkulus" meskipun
telah terampil menyelesaikan soal kalkulus.
BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika
4.1. Arah pembelajaran dan
pengembangan Peserta Didik
Arah pembelajaran Perkembangan peserta didik merupakan
bagian dari pengkajian dan penerapan psikologi perkembangan yang secara khusus
mempelajarai aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia
sekolah dan sekolah menengah. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan
berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
4.2. Aspek Kognitif,
Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga
ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga
ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu
mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata
pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata
pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua
ranah tersebut mengandung ranah afektif.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang
pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik,
misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif
berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan
menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan
mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap,
minat, konsep diri, nilai dan moral.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih
ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek
kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes
obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali
diabaikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang
dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri,
jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir
yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek
kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang
sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi
yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun
implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan
pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan
psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat
agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
B. Contoh Item Penilaian Hasil Pembelajaran Berdasarkan
Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
Jika dalam suatu pelajaran seorang pengajar menjelaskan
tentang sistem fotosintesis pada tumbuhan, maka ada beberapa penilaian yang
harus dilakukan.
a. Penilaian Kognitif
Jawablah pertanyaan berikut!
1. Apakah
yang dimaksud dengan fotosintesis?
2. Kapan
fotosintesis dapat dilakukan?
3. Mengapa
tumbuhan harus berfotosintesis?
4. Dimana
tempat tumbuhan berfotosintesis?
5. Bagaimana
proses fotosintesis pada tumbuhan?
b. Penilaian Afekif
No. Nama Mengemukakan Pendapat Kerjasama Disiplin Skor Nilai
c. Penilaian Psikomotor
No. Kelompok Identifikasi Masalah Hasil Pengamatan Jumlah
Skor Nilai
Penilaian akhir dilakukan oleh pengajar dengan memperhatikan
skor yang dimiliki oleh siswa.
C. Perbedaan Penilaian Hasil Pembelajaran yang Didasarkan
Pada Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
Dalam suatu pembelajaran berhitung, maka dapat dibedakan
proses penilaian antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
a. Ranah
kognitif dalam berhitung dapat diartikan sebagai aktivitas kognitif dalam
memahami hitungan secara tepat dan kritis. Aktivitas seperti ini sering disebut
sebagai kemampuan membaca, atau lebih khusus disebut sebagai kemampuan kognisi.
b. Ranah
afektif berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi siswa untuk membaca ;
misalnya sikap positif terhadap kegiatan membaca atau sebaliknya, gemar
membaca, malas membaca dan lain-lain.
c. Ranah
psikomotor berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada saat melakukan kegiatan
berhitung. Aktivitas fisik pada saat berhitung.
D. Mengidentifikasi Komponen Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian dilakukan dalam tiga ranah, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor.
a. Aspek penilaian kognitif terdiri dari:
– Pengetahuan
(Knowledge), Kemampuan mengingat (misalnya: nama ibu kota, rumus).
– Pemahaman
(Comprehension), Kemampuan memahami (misalnya: menyimpulkan suatu paragraf).
– Aplikasi
(Application), Kemampuan Penerapan (Misalnya: menggunakan suatu informasi/
pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah).
– Analisis
(Analysis), Kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas menjadi
bagian-bagian kecil (Misalnya: menganalisis bentuk, jenis atau arti suatu
puisi).
– Sintesis
(Synthesis), Kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu
kesimpulan (misalnya: memformulasikan hasil penelitian di laboratorium).
b. Aspek penilaian afektif terdiri dari:
– Menerima
(receiving) termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon,
kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar
– Menanggapi
(responding): reaksi yang diberikan: ketepatan reaksi, perasaan kepuasan dll
– Menilai
(evaluating): kesadaran menerima norma, sistem nilai dll
– Mengorganisasi
(organization): pengembangan norma dan nilai dalam organisasi sistem nilai
– Membentuk
watak (Characterization): sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah laku.
c. Aspek penilaian psikomotor terdiri dari:
– Meniru
(perception)
– Menyusun
(manipulating)
– Melakukan
dengan prosedur (precision)
– Melakukan
dengan baik dan tepat (articulation)
– Melakukan
tindakan secara alami (naturalization)
E. Kriteria Penilaian Proses Pembelajaran
Kriteria penilaian ditentukan oleh seorang pengajar atas
dasar kemampuan peserta didiknya. Penilaian pembelajaran dilakukan selama
proses pembelajaran berlangsung hingga materi yang disampaikan habis. Penilaian
hasil belajar didasarkan pada:
a. Sahih,
didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang akan diukur.
b. Obyektif,
menggunakan prosedur dan kriteria penilaian yang jelas.
c. Adil,
tidak dipengaruhi oleh kondisi atau alasan tertentu yang dapat merugikan
peserta didik, misalnya: kondisi fisik, agama, suku, budaya, adat, status
sosial atau gender.
d. Terpadu,
tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka,
prosedur, kriteria dan dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam
penilaian harus diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f. Menyeluruh
dan berkesinambungan, dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya
dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan belum,
serta mengetahui kesulitan peserta didik.
g. Sistematis,
terencana, bertahap dan mengikuti langkah-langkah baku.
h. Beracuan
kriteria, menilai apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi/ranking seseorang
terhadap kelompoknya).
i. Akuntabel,
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya.
BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
Bagaimana caranya menumbuhkembangkan anak-anak agar
mencintai matematika. Tentu permintaan ini tidak berlebihan setelah mereka,
khususnya orangtua peserta didik merasakan anaknya tidak lagi mengeluh ataupun
takut. Malahan mereka hampir setiap melakukan kegiatan dihubung- hubungkan
dengan matematika. Salah satunya tatkala penulis memberikan permainan yang
mampu membuat mereka berkutat dan tersenyum gembira dengan pelajaran ini.
Yang lebih mengesan lagi laporan dari orang tua, bahwa
anak-anak mereka hampir setiap orang yang ada di rumah ataupun yang dikenal
dengan pasti akan diramal dengan matematika. Pendek kata, mereka tidak lagi
alergi dengan pelajaran yang satu ini
5.2. Meningkatkan Kemampuan
Diri Guru
Guru merupakan faktor yang sangat dominan menentukan
kualitas pendidikan. Guru memegang peran ganda sebagai pengajar dan pendidik.
Guru dituntut tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer sejumlah materi
pelajaran ke siswa, tetapi sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan
membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kretaif dan
mandiri. Tugas yang berat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru profesional
dan memiliki kompetensi tinggi.
5.3. Strategi, Pendekatan,
Metode dan Teknik
Banyak yang tidak paham dengan perbedaan antara strategi,
metode, model dan pendekatan dalam pembelajaran. Sebelum kita membahas mengenai
perbedaan empat hal di atas, terlebih
dahulu kita membahas pengertian model pembelajaran. Model pembelajaran adalah
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian
kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berikut
ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah tersebut.
Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan
berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam
penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja
belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu,
artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam
upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang
jelas yang dapat diukur keberhasilannya.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah-
langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan.
Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur
pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.Dapat dikatakan bahwa metode
pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa
metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam
model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan Pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi,
menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri
serta strategi pembelajaran induktif
Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik
pembelajaran. Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan
model celana Jablai yang terinspirasi dari lagu dangdut dan film Jablai.
Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun
dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut
terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya.
Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan
berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan
bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru
di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan
berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik
secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek
yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan
model pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing
istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran
dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih
berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan
desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem
lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu.
Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang
berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo,
rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan
kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak
biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan
dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai
dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang
akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki
keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang
efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang
dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari
dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan
penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit
menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru)
telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada
proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas,
maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan
model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat
kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya
khazanah model pembelajaran yang telah ada.
BAB VI Tantangan Pendidikan Guru
6.1. Matematikawan dan
Pendidikan Matematika
Matematikawan adalah seseorang yang bidang studi dan
penelitiannya dalam bidang matematika. Istilah ini juga ditujukan kepada orang
yang ahli ilmu Matematika.
Sebagian orang percaya bahwa matematika telah dimengerti
secara keseluruhan, padahal masih banyak masalah yang belum terpecahkan.
Penelitian di berbagai bidang matematika terus berlangsung, dan penemuan baru
di matematika dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Banyak jurnal yang memang
khusus untuk matematika dan banyak juga mengenai subjek yang mengaplikasikan
matematika (misalnya ilmu komputer teoritis dan fisika teoritis).
Pendidikan matematika mungkin sudah tidak asing lagi kita
dengar dalam kehidupan kita. Dimana dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan
pendidikan matematika selalu dipelajari di sekolah. Tidak hanya itu, pada
kehidupan sehari-hari pun secara tidak langsung kita telah mempelajari
matematika. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jual beli yang sering kita
lakukan entah itu di pasar, toko, supermarket bahkan di Mall-mall. Itu hanyalah
salah satu contoh pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari. Masih
banyak lagi contoh-contoh yang lainnya. Mungkin sampai sekarang ada yang masih
kurang mengerti apa sih matematika itu? Seberapa pentingnya sih pembelajaran
matematika buat kita?
6.2. Pendidikan Guru
Matematika
Kompetensi yang menyangkut kemampuan seorang guru dalam
memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai
cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui pemahaman terhadap
perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan kemampuan
murid. Kompetensi Kepribadian adalah salah satu kemampuan personal yang harus
dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik
pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa
serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik. Kompetensi
Profesional adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dengan cara
menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.Kompetensi Sosial adalah
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik
dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga
dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Lantas, mengapa sampai saat ini masih terkesan bahwa dampak
profesionalisme tidak atau masih belum dapat dirasakan oleh seseorang yang
menggeluti profesi sebagai guru? Karena guru belum sepenuhnya dapat
mengembangkan keempat kompetensi utama yang menjadi keharusan bahkan kebutuhan
untuk dimiliki. Hal ini terjadi salah satunya sebagai akibat dari tunjangan
yang diterima guru profesional masih belum memadai untuk kebutuhan pengembangan
diri. Untuk mengembangkan keempat kompetensi ini bukanlah sebuah pekerjaan
ringan dan sederhana. Padahal pengembangan seluruh kompetensi profesional dari
seorang guru harus senantiasa dilakukan dalam setiap melaksanakan proses
pembelajaran di kelas. Apa yang harus dilakukan jika kenyataan yang terjadi
masih seperti ini? Inilah yang menjadi persoalan. Aku sendiri sebagai seorang
guru hanya dapat berandai-andai tentang apa yang dapat kulakukan sehingga aku layak
disebut sebagai guru profesional atau tepatnya sebagai guru matematika
profesional. Kenyataan yang terjadi di lapangan ketika aku melaksanakan
pembelajaran sering kali jauh dari profesional. Semakin banyak yang aku tahu
tentang apa yang harus aku lakukan ketika melaksanakan proses pembelajaran
terkait profesionalisme, semakin bertambah sering pula aku melakukan hal-hal
yang sebetulnya tak profesional dalam proses pembelajaran.
BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
Menjadi guru di bagian timur Indonesia khususnya daerah
Maluku bukanlah hal yang biasa-biasa, karena banyak tantangan yang harus
dihadapi. Salah satunya adalah kemajuan teknologi. Pembelajaran dengan papan
tulis atau whiteboard selalu menjadi hal yang dianggap wajar.
Pemahaman siswa terhadap konsep matematika tidak mudah
diperoleh tanpa media yang memadai dan kreativitas guru sebagai tenaga
pengajarnya. Tersedianya media belajar yang memadai di sekolah tidak akan
berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak mampu berpikir kreatif
dalam memanfaatkan media untuk menyampaikan konsep-konsep dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika diperlukan contoh-contoh nyata
yang mudah dipahami agar siswa dapat menemukan konsep-konsep yang abstrak dalam
pelajaran matematika. Namun tidak mudah mencari contoh-contoh nyata agar siswa
mudah untuk menemukan dan memahami konsep-konsep matematika yang sulit.
Dengan adanya aplikasi-aplikasi pendukung dalam pembelajaran
matematika tentunya diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efisien
dan menyenangkan. Namun kemudian dengan adanya aplikasi-aplikasi tidak akan
berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak dapat menggunakannya. Guru
harus belajar agar dapat menggunakan aplikasi-aplikasi ini dengan baik sehingga
dapat membantu peserta didiknya lebih mudah dalam memahami konsep-konsep
pelajaran matematika.
7.2. Solusi untuk
Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik
Sudah banyak
usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya
kualitas guru dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun
patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan
guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru
ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang
pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan
suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan
melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian".
Sebagai contoh yang
masih hangat adalah diintroduksirnya pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dalam
proses belajar mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan atas kehebatan
CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk menggunakan
pendekatan tersebut dalam proses belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini
tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian.
Namun sayangnya penetitian-penelitian yang menyangkut proses belajar mengajar
di kelas selama ini lebih banyak bersifat informatif sehingga jauh dari memadai
dikarenakan penelitian tersebut melihat pengajaran pandangan "luar
guru".
Pengambil kebijaksanaan
di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana yang
sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid yang
besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih
terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami
pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi
seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya
kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendekatan pengajaran bisa lain, paling
tidak untuk sementara waktu.
Ada tiga kegiatan
penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga
bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama
para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan
dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan
peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru
sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan
dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik
pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan
secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya
perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang
bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya,
tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik
kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para
guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri.
Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan
sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang
bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga
penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada
semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di
kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami
dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Masih terlalu banyak
masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang
sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya,
langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau
mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong
peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara
menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya.
Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka
pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam
praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
Ketiga, guru harus
membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan,
khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru
meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.
0 Komentar